
Dalam setiap tantangan hidup, pasti ada buah manis yang bisa dipetik, selama kita tidak menyerah. Ibu Masruroh termasuk salah satu orang yang berhasil membuktikan hal ini. Ia sukses membangun usaha Bolu Griya Jawi dari nol, dengan modal dan peralatan seadanya dan tanpa pengalaman bisnis. Yang dia miliki hanya kegigihan, keberanian dan kemampuan untuk beradaptasi setelah belajar dari pengalaman.
Awalnya, Ibu Masruroh sama sekali tidak pernah bermimpi menjadi pengusaha. Ia hanya ingin satu hal sederhana: tidak lagi hidup jauh dari suami. Dia menikah pada September 2012, dan di usia pernikahan yang masih terbilang baru, dia dan suami harus tinggal berjauhan. Suaminya bekerja di Jakarta sementara ia tetap tinggal di kampung. Rasa rindu dan keinginan untuk tinggal di bawah atap yang sama membuatnya berpikir untuk memulai usaha.
Kebetulan, ia memiliki hobi baking dan mencoba berbagai resep kue. Meski hasilnya kadang berhasil, kadang gagal, kadang enak dan kadang ala kadarnya, dia senang melakukannya. Dari situlah muncul ide untuk berjualan kue. Untungnya, suami ibu Masruroh sangat suportif. Setelah ia menyampaikan keinginannya pada sang suami, dia langsung mendapat persetujuan.

Tanpa buang waktu, ibu Masruroh pun langsung memulai bisnisnya. Pada 14 Desember 2015, ia mulai berjualan aneka kue di sebuah outlet kecil di pasar. Waktu itu, dia hanya menggunakan modal sekitar dua juta rupiah, hasil menjual padi.
Semuanya pun ia lakukan sendiri, mulai dari menyiapkan bahan, membuat kue, hingga penjualan. Dia juga sama sekali tidak ragu meski tidak punya ilmu usaha, dan belum punya pengalaman di dunia bisnis. “Intinya hanya modal nekat,” katanya.
Namun, usaha ini hanya bertahan satu bulan. Tepat tanggal 14 Januari 2016, dia berhenti berjualan kue di pasar. Meski tampak gagal, ia tidak benar-benar menyerah. Justru selama satu bulan berjualan itulah Ibu Masruroh menemukan pelajaran berharga. Ia mulai memahami pasar, tahu produk apa yang disukai konsumen, dan siapa target pembelinya.
Jadi, setelah menutup outlet, ia mengubah strategi. Dia tidak lagi menjual kuenya sendiri ke pelanggan, melainkan menawarkan produknya di toko oleh-oleh dan swalayan.
Selain itu, dia juga fokus pada satu produk unggulan, yaitu bolu ketapang, yang juga dikenal sebagai bolu sendok atau bolu kering. Dia memilih jenis kue ini karena berdasarkan analisanya selama berjualan di pasar, ini adalah produk paling diminati konsumen dan paling dicari.
Selain itu, bolu ketapang adalah kue tradisional yang sudah dikenali oleh pembeli. Jadi, dia tidak perlu repot memperkenalkan produknya ke konsumen. Ini juga disukai oleh semua kalangan, jadi target pasarnya luas.

Selain strategi baru ini, Ibu Masruroh juga mulai belajar tentang bisnis. Dia mulai menyadari pentingnya kemasan, legalitas produk, hingga cara menjaga kualitas produk.
Pada bulan Februari 2016, Ibu Masruroh pun mulai mencari informasi tentang perizinan melalui internet. Ia menemukan bahwa produk pangan harus memiliki izin PIRT dari Dinas Kesehatan. Ia pun mendatangi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), yang ternyata sangat mendukung pelaku UMKM. Dari sana, ia mendapat berbagai informasi workshop dan pelatihan untuk UMKM. Pada titik ini pula lah ia mendapat jaringan pertemanan dengan sesama pelaku usaha.
Dalam waktu dua bulan, bisnisnya pun berkembang. Pada Maret 2016, ia merekrut tiga karyawan untuk bagian produksi, sehingga ia bisa fokus ke pemasaran. Dukungan suami pun semakin kuat, dan harapannya untuk tidak LDR pun tercapai. Kini, sang suami sudah pulang ke kampung.
Tak lama kemudian, jumlah karyawannya meningkat menjadi lima orang, dan perlahan bisnis Bolu Griya Jawi semakin berkembang. Hasil kerja keras Ibu Masruroh pun mulai terlihat nyata. Pada Januari 2017, ia bisa membeli kendaraan roda empat untuk distribusi produk.
Ini adalah sebuah lompatan besar, dari yang awalnya hanya mengantar kue menggunakan motor, kini ia bisa membawa produk dalam jumlah besar ke berbagai toko. Ini adalah satu pencapaian yang membuat Ibu Masruroh tersentuh. Sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
Hingga kini, Bolu Griya Jawi sudah mempekerjakan 15 karyawan. Mereka adalah tetangga dan keluarga dekat, yang menunjukkan bahwa bisnisnya juga menebar manfaat bagi orang sekitar.
Selain itu, jumlah produksinya juga naik berkali-kali lipat. Jika dulu produksi harian hanya sekitar 50 bungkus, kini jumlahnya mencapai 500–600 bungkus setiap hari.
Untuk strategi bisnisnya, Ibu Masruroh tetap setia dengan sistem distribusi melalui toko-toko dan swalayan dengan sistem titip jual atau tunai, tanpa membuka cabang di kota lain. Fokusnya adalah memperkuat jalur distribusi dan menjaga kualitas produk.

Menariknya, sejak awal ia tidak pernah menggunakan pinjaman bank. Semua modal murni dari hasil usaha. Prinsipnya jelas: usaha harus bebas dari riba, dan niatnya dijaga agar tetap menjadi ibadah.
Namun, meski bisnis terus berkembang, bukan berarti Ibu Masruroh tidak pernah menghadapi kendala. Ia mengakui bahwa masalah SDM adalah tantang utama bisnisnya. Karena hampir semua karyawannya adalah tetangga dan keluarga, maka saat musim bertani atau ada hajatan, banyak yang tidak bisa masuk kerja. Akibatnya, produksi bisa kewalahan bahkan mereka terpaksa harus lembur.
Untuk mengatasinya, ia harus mencari karyawan sementara. Fleksibilitas inilah yang membuat usaha tetap berjalan meski situasi sering berubah-ubah.
Di balik kesibukannya sebagai pengusaha, Ibu Masruroh juga berhasil mewujudkan cita-cita lamanya menjadi guru. Selama tiga tahun terakhir, ia mengajar di sebuah pondok pesantren. Menariknya, ia tidak pernah mengharapkan gaji dari kegiatan itu, karena kebutuhan hidup sudah tercukupi dari bisnisnya. Ia tetap menjalani perannya sebagai guru, karena baginya, mengajar adalah panggilan hati.
Melihat kegigihan dan kemuliaan Ibu Masruroh, kita bisa belajar banyak darinya. Dia berhasil membuktikan bahwa usaha bukan soal modal, melainkan soal keberanian untuk memulai.
“Kalau mau mulai bisnis, ya mulai saja. Tidak usah malu. Mulailah dengan yang kamu suka. Kalau suka masak, ya buatlah bisnis kuliner. Jangan berprinsip harus ada uang untuk memulai usaha, tapi harus ada usaha untuk menghasilkan uang,” begitu pesan Ibu Masruroh.
Ia juga menegaskan pentingnya niat yang benar. Menurutnya, usaha harus diniatkan untuk ibadah dan memberikan manfaat bagi banyak orang.